JAKARTA, KOMPAS.com – Warga Muara Angke di Jakarta Utara masih menghadapi beban biaya tinggi untuk mendapatkan air bersih karena ketiadaan akses air perpipaan di rumah mereka. Ketergantungan pada pedagang gerobakan membuat harga air melambung hingga puluhan kali lipat dibandingkan tarif resmi PAM Jaya. Kondisi ini tidak hanya menyulitkan kebutuhan rumah tangga, tetapi juga mempengaruhi aktivitas perdagangan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Angke yang bahkan belum memiliki fasilitas air tawar. Situasi tersebut menempatkan warga dalam posisi rentan secara ekonomi dan kesehatan akibat penggunaan air yang tidak layak konsumsi. Baca juga: Mahalnya Air Bersih di Muara Angke, Warga Bisa Habiskan hingga Rp 1 Juta per Bulan Keluhan Warga yang Bergantung pada Air Gerobakan Sejumlah warga Muara Angke mengaku harus membeli air bersih setiap hari karena tidak adanya jaringan air perpipaan. Seretnya Air Bersih di Kampung Tua Jakarta Artikel Kompas.id Di TPI Muara Angke, ketiadaan fasilitas air bersih membuat pedagang hanya bisa menggunakan air asin untuk mencuci lapak dan peralatan. Salah satu pedagang udang, Suharto (60), menjelaskan bahwa udang tambak yang ia jual tidak dapat dibersihkan menggunakan air asin agar kualitasnya tidak turun. Baca juga: Kisah Nana Pedagang Minuman di Bogor, Penghasilan Tak Tentu tapi Bisa Sekolahkan 3 Anak “Biasanya buat udang, khususnya udang-udang tambak kan, kalau udang laut sih bebas mau pakai air asin atau tawar enggak ada masalah. Tapi, kalau udang tambak disiram pakai air asin cepat berubah warnanya,” kata Suharto. Ia membeli satu hingga dua gerobak air bersih per hari, masing-masing berisi 20 jeriken berkapasitas 20 liter. Dua gerobak air bisa membuatnya mengeluarkan biaya sekitar Rp 100.000 per hari. Baca juga: Eksistensi Perahu Eretan di Kali Gendong Jakut, Bertahan di Tengah Modernisasi Transportasi Dalam kondisi tertentu, total pengeluaran bulanannya untuk air dapat mencapai Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. “Tergantung kadang kalau ikannya banyak ya bisa jutaan kaya Rp 1 juta, tapi bisa juga Rp 500.000,” ucap Suharto. Warga lainnya, Deni (17), menggunakan air gerobakan untuk kebutuhan warungnya, mulai dari membuat kopi hingga memasak makanan. Baca juga: Mengayuh Hidup di Atas Eretan, Kisah Idan Meneruskan Warisan Orangtua “Iya, setiap hari beli air di tukang gerobak. Ini buat kopi, mie, masak makanan,” ujarnya. Deni membeli dua pikul air per hari dengan biaya Rp 12.000, sehingga dalam sebulan ia menghabiskan sekitar Rp 360.000. Pengeluaran serupa juga dialami Mulyanto (51).